Kamis, 07 April 2016

Kisah Soekarno di Bawah Penjajahan Jepang

Buku Soekarno di Bawah Bendera Jepang (1942-1945) mengingatkan karya Soekarno berjudul Di Bawah Bendera Revolusi (1964). Bisa jadi, dilihat dari sisi komersial, kemiripan judul sengaja untuk strategi agar masyarakat tertarik. Memang, sekarang banyak buku Soekarno diterbitkan ulang. Kemiripan judul akan memberi kesan epigon. Buku yang ditulis oleh Peter Kasenda ini memberi banyak pengetahuan bagi pembaca dalam memahami kehidupan Soekarno.
Buku dilengkapi foto terkait bahasan dalam bab. Buku mengajak pembaca memahami kisah Soekarno dan Jepang tidak hanya dari kata-kata, tetapi juga gambar. Foto ditampilkan dari sumber-sumber terpercaya. Di antaranya, foto Soekarno di Gedung Landraad (pengadilan) Bandung 1930 saat dituntut Hindia Belanda atas kegiatan politiknya. Foto ini bersumber dari Deppen (hlm. 3). Kemudian foto Bung Karno duduk bersama Panglima Besar Angkatan Darat ke-16 Jepang, Jenderal Imamura di Istana Merdeka milik koleksi Aiko Kurasawa (hlm. 62).
Penulis memang banyak menghasilkan tulisan sekitar Soekarno seperti Sukarno Muda Biografi Pemikiran. Buku ini berisi kisah lika-liku perjuangan Soekarno pada masa penjajahan Jepang. Soekarno berada di ranah abu-abu. Di satu sisi, dia harus menjalankan perintah Jepang. Di sisi lain, Soekarno giat memperjuangkan aspirasi kaum nasionalis (hlm. xi).
Kedatangan Jepang di Indonesia disambut baik rakyat. Ini terkait ramalam Raja Jayabaya yang menyebutkan Indonesia akan diselamatkan bangsa berkulit kuning. Hal ini pun sempat menimbulkan kesalahpahaman para pejuang kemerdekaan Indonesia.
Harapan yang diberikan Jepang lewat pamflet berbunyi, “Orang berkulit kuning akan datang dari utara untuk membebaskan Indonesia dari perbudakan Belanda. Maka carilah orang kulit kuning.” Ini menjadikan Ketua Partai Syarikat Islam Indonesia Abikoesno menemui Nakayama Yoshito. Dia mengonfirmasi janji kemerdekaan yang didengungkan Jepang. Pada akhirnya pertemuan itu malah menjadikan bendera Merah Putih dilarang berkibar di Pulau Jawa. Impian indah itu pun buyar (hlm. 46-47).
Buku ini juga mengisahkan Soekarno dan romusha. Bagi sebagian orang, karena propaganda Sekutu menganggap Soekarno membela Jepang, lalu mendukung pengiriman romusha Indonesia. Soekarno memang mengakui tidak menyelamatkan nyawa para romusha (hlm . 132). Namun, itu pilihan untuk menyelamatkan jutaan rakyat Indonesia. Terlebih Indonesia sudah dekat dengan kemerdekaan yang diperjuangkan bertahun-tahun. Soekarno beralasan, “Ada dua jalan yang bisa dilakukan, yang satu tindakan revolusioner. Tetapi akan menimbulkan pertumpahan darah serta menelan banyak korban seperti pemberontakan PETA di Blitar. Itu dilakukan terlalu cepat dan rakyat belum siap. Sedangkan jalan kedua, bekerja sama dengan Jepang sambil mengonsolidasikan kekuatan serta menanti mereka jatuh. Aku mengikuti jalan kedua.” (hlm 133).
Semua melihat sendiri, akhirnya pilihan Soekarno itu benar. Pada 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka. Teks proklamasi dibacakan setelah ditandatangani Soekarno dan Hatta. Bendera Merah Putih pun berkibar dan lagu Indonesia Raya berkumandang. (Arif Rohman - sumber: www.koran-jakarta.com)


Share:

0 komentar:

Posting Komentar